Kabar Assakinah Uncategorized

Hukum Zakat untuk Pengusaha, Pegawai, dan Petani

Oleh: Engran Ispandi Silalahi, M.Pd.

Kadiv Baitul Hikmah Yayasan Assakinah Medan

Zakat bukan hanya kewajiban bagi para pemilik emas dan perak atau para peternak dan pedagang zaman dahulu. Dalam konteks modern, zakat juga wajib ditunaikan oleh pengusaha, pegawai, dan petani, selama telah memenuhi syarat nisab dan haul. Namun, karena bentuk penghasilan dan harta kekayaan sekarang lebih kompleks, pemahaman umat terhadap zakat dalam profesi dan bisnis masih tergolong minim. Artikel ini akan membedah hukum zakat bagi tiga kelompok besar masyarakat kontemporer: pengusaha, pegawai, dan petani sehingga tidak ada lagi alasan lalai dari kewajiban zakat.

1. Zakat Pengusaha (Zakat Perdagangan dan Zakat Perusahaan)

Para pelaku usaha, baik dalam bentuk perorangan maupun badan usaha, wajib mengeluarkan zakat dari keuntungan bersih jika telah mencapai nisab dan haul. Nisabnya setara dengan 85 gram emas dan kadar zakatnya adalah 2,5%. Harta yang dikenai zakat termasuk modal usaha, piutang lancar, dan keuntungan. Menurut QS. Al-Baqarah [2]: 267, Allah memerintahkan untuk mengeluarkan yang terbaik dari usaha kita: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”.

Contoh konkret: jika seorang pengusaha memiliki total harta usaha Rp100 juta setelah dikurangi utang dan beban pokok, maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah tersebut, yaitu Rp2.500.000 per tahun. Jika usahanya terus berkembang, maka zakatnya akan semakin besar dan membawa manfaat luas bagi masyarakat. Menurut hasil studi Baznas (2023), zakat dari pelaku UMKM berpotensi menyumbang lebih dari Rp70 triliun per tahun jika dikelola secara optimal.

2. Zakat Pegawai (Zakat Profesi atau Zakat Pendapatan)

Zakat profesi atau zakat penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan rutin bulanan, seperti gaji pegawai, dosen, dokter, ASN, dan sebagainya. Ulama kontemporer sepakat bahwa gaji termasuk harta yang wajib dizakati jika jumlahnya mencapai nisab. Nisabnya setara dengan 85 gram emas per tahun (sekitar Rp 90 juta-an), dan zakatnya dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2,5% dari gaji bersih, atau bisa dikalkulasi per tahun.

Sebagai ilustrasi: seorang pegawai yang bergaji Rp8 juta per bulan berarti memiliki penghasilan tahunan Rp96 juta. Maka, dia telah memenuhi nisab dan wajib menunaikan zakat sebesar 2,5% dari penghasilannya. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran zakat sejak dini, terutama dari kalangan profesional muda yang memiliki gaji tetap tetapi belum memahami zakat secara benar. Ini juga memperluas basis muzakki di Indonesia.

3. Zakat Petani (Zakat Pertanian dan Perkebunan)

Zakat pertanian berlaku bagi petani yang menghasilkan hasil bumi seperti padi, jagung, sayur-mayur, kopi, kelapa sawit, dan sejenisnya. Hukum zakat ini berdasarkan QS. Al-An’am [6]: 141: “Makanlah buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya.” Zakat hasil pertanian ditunaikan setiap panen, dan tidak menunggu setahun. Nisabnya adalah 5 wasaq (setara ± 653 kg beras). Jika hasil panennya mencapai atau lebih dari itu, maka wajib dizakati.

Besaran zakat pertanian tergantung pada sistem irigasi:

Jika menggunakan air hujan atau alami → 10% dari hasil panen.

Jika menggunakan irigasi buatan / pompa → 5% dari hasil panen.

Misalnya: seorang petani menghasilkan 1.000 kg padi dari sawah tadah hujan. Maka, ia wajib mengeluarkan 10% zakatnya, yaitu 100 kg padi. Zakat ini sebaiknya dibagikan kepada fakir miskin secara langsung atau melalui lembaga zakat seperti Baitul Mal.

4. Kesadaran dan Kepatuhan Zakat Masih Rendah

Meski hukum zakat untuk profesi-profesi ini jelas, sayangnya tingkat kepatuhan masyarakat masih rendah. Banyak pengusaha dan pegawai belum merasa zakat sebagai kewajiban, sebagian karena kurangnya sosialisasi, sebagian lagi karena menganggap cukup dengan sedekah. Padahal, sedekah tidak menggugurkan kewajiban zakat. Ini menjadi tantangan besar bagi lembaga-lembaga seperti Baitul Mal Assakinah untuk menyediakan layanan kalkulasi zakat, edukasi langsung ke tempat kerja, dan konsultasi zakat pribadi.

5. Zakat: Pilar Keadilan Sosial

Zakat bukan sekadar transfer kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin, tetapi merupakan instrumen distribusi ekonomi dalam Islam. Ia bukan bentuk belas kasihan, tetapi kewajiban ilahiah yang menghapus ketimpangan struktural. Maka zakat dari pengusaha menyuburkan UMKM binaan, zakat dari pegawai memperkuat program beasiswa, dan zakat dari petani membantu ketahanan pangan. Dengan sistem ini, zakat berperan besar dalam membangun keadilan ekonomi yang merata dan menurunkan angka kemiskinan.

6. Baitul Mal Sebagai Solusi Zakat Modern

Pengelolaan zakat secara kolektif melalui lembaga seperti Baitul Mal adalah bentuk penerapan syariat secara modern dan profesional. Zakat tidak lagi sekadar diberikan langsung kepada tetangga, tetapi disalurkan secara terukur, adil, dan berdampak. Lembaga zakat modern bertugas memverifikasi mustahik, mengelola dana, melaporkan hasil penyaluran, dan membina para penerima zakat agar keluar dari kemiskinan. Model ini juga sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ yang mengangkat amil zakat dari kalangan profesional.

7. Jangan Tunda, Hitung dan Tunaikan Zakat Anda

Setiap Muslim, baik pengusaha, pegawai, maupun petani, perlu mengevaluasi kekayaan dan penghasilannya untuk memastikan apakah sudah wajib zakat. Jangan tunggu “nanti” karena zakat bukan hanya urusan duniawi, tapi kunci keberkahan dan keselamatan akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda, “Lindungilah hartamu dengan zakat.” (HR. Baihaqi). Maka dengan membayar zakat, kita bukan hanya menunaikan kewajiban, tapi juga melindungi harta, memperluas rezeki, dan mendekatkan diri pada Allah.

——————-

——————-

Referensi:

1. Al-Qur’an Al-Karim: QS. Al-Baqarah [2]:267, QS. Al-An’am [6]:141

2. Hadits Riwayat Baihaqi

3. BAZNAS (2023). Outlook Zakat Nasional 2023

4. Yusuf al-Qaradawi. (1999). Fiqh az-Zakah. Kairo: Al-Resalah Publishers.

5. Ascarya & Yumna, A. (2020). Zakat for Sustainable Development. Islamic Economic Studies.

6. KNEKS. (2022). Pedoman Teknis Zakat Profesi dan Zakat Produktif.

7. Hasan, M. (2015). Peran Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat. UIN Jakarta Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *